12 Februari 2011

Ilmu Al–jarh Wa At–ta’dil

A.    Pengertian Ilmu Al-jarh wa At-ta’adul

  Kalimay al-jarh wa at-ta’dil merupakan satu dari kesatuan pengertian yang terdiri dari dua kata, yaitu al-jarh dan al-adl. Al jarh secara bahasa merupakan bentuk masdhar dari kata جرح – يجرح  yang berarti seseorang membuat luka pada tubuh orang lain yang di tandai dengan mengalirnya darah dari luka itu’.  Secara terminology al-jarh berarti munculnya suatu sifat dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatkan hapalan dan kekuatan ingatannya, yanga mengakibatkan gugur riwayatnya atau lemah riwayatnya atu bertolak riwayatnya. Adapun at-tajrih menyifati seorang perawi dengan sifat sifat yang membawa konskuensi penilain lemah ats riwayatnya atau tidak diterima.
Kemudian pengertian al-adl secara etimologi berarti ‘sesuatu yang terdapat dalam jiwa bahwa sesuatu itu lurus’, merupakan lawan dari ‘lacur’. Adapun secara terminologi al-adl adalah orang yang tidak memiliki sifat yang mencacatkan keagamaan dan keperwiraan. Dengan demikian ilmu al-jarh wa at-ta’dil berarti ilmu yang membahas tentang hal ikhwal para perawi dari segi diterima atau ditolak riwayat mereka.

B.    Manfaat Ilmu Al-jarh wa At-ta’dil

Ilmu al-jarh wa at-ta’dil bermanfaat untuk menetapkam apakah periwayatan seoramg rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. Kalaulah ilmu al-jarh wa at-ta’dil ini tidak dipelajari dengan seksama, paling tidak ,akan muncul penilain bahwa seluruh orang yang meriwayatkan hadis dinilai sama. Padahal perjalanan hadis semenjak Nabi Muhammad SAW, sampai dibukukan mengakami perjalanan yang begitu panjang dan diwarnai oleh situasi dan kondisi yang tidak menentu.
Jika tidak mengetahui benar atau salahnya sebuah riwayat kita akan mencampuradukan antara hadis yang benar-benar dari rosullullah dan hadis yang palsu (maudhu’). Dengan mengetahui ilmu al-jarh wa at-ta’dil, kita juga akan bias menyeleksi mana hadis sahih, hasan ataupun hadis dhoif, terutama dari segi kualitas rawi, bukan dari matannya
.
C.    Metode Untuk Mengetahui Keadilan Dan Kecacatan Rawi Dan Masalah-Masalahnya.

Keadilan seorang perawi dapat diketahui dengan salah satu dari dua ketetapan.
Pertama, dengan kepopuleran dikalangan para ahli ilmu bahwa ia dikenal sebagai orang yang adil (bisy-syuhrah).
Kedua, dengan pujian dari seorang yang adil (tazkiyah), yaitu ditetapkan sebagai rawi yang adil yang semula rawi yang di-ta’dil-kan itu belum terkenal sebagai rawi yang adil.
Penetapan keadilan seorang rawi dengan jalan tazkiyah ini dapat dilakukan oleh;
a.    Seorang rawi yang adil. Jadi, tidak perlu dikaitkan dengan banyaknya orang yang men-ta’dil-kan sebab jumlah itu tidak menjadi syarat untuk penerimaan riwayat hadis.
b.    Setiap orang yang dapat diterima periwayatannya, bai laki-laki maupun perempuan, baik orang yang merdeka maupun budak, selama ia mengetahui sebab-sebab yang dapat mengadilkannya.
Penetapan tentang kecacatan seorang rawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan, yaitu;
a.    Berdasarkan berita tentang ketenaran rawi dalam keaibannya. Seorang rawi yang sudah dikenal sebagai seorang rawi yang sudah dikenal sebagai orang yang fasik atau pendusta dikalangan masyarakat, tidak perlu lagi dipersoalkan. Cukuplah kemasyhuran itu sebagai jalan untuk menetapkan kecacatannya.
b.    Berdasarkan pen-tajrih-an dari seorang yang adil, yang mengetahui sebab-sebab dia cacat. Demikian ketetapan yang dipegang muhaditsin, sedangkan menurut para fuqoha, sekurang-kurangnya harus di tajrih oleh dua orang laki-laki yang adil.

D.    Syarat-Syarat Bagi Orang Yang Menta’dil-kan Dan Men-tajrih-kan.

Ada beberapa syarat bagi orang yang men-ta’dil-kan (mu’addil) dan orang yang men-jarah-kan(fajrih), yaitu;
1.    Berilmu pengetahuan
2.    Takwa.
3.    Wara’
4.    Jujur
5.    Menjauhi fanatic golongan
6.    Mengetahui sebab-sebab men-ta’dilkan dan men-tajrih-kan.
E.    Pertentangan Antara Al-jarh dan At-ta’dil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar